Hingga tadi malam pemberitaan media
di mana-mana terus melaporkan situasi terkini di kantor-kantor kepolisian di
berbagai daerah yang masih saja ramai dipenuhi antrian oleh masyarakat yang
mengantri untuk mengurusi surat-surat kendaraan bermotornya. Fenomena ini
menjadi perbincangan yang cukup serius dan semakin menarik dengan kontroversi
yang terus bermunculan terhadap kebijakan pemerintah yang terbaru; naiknya
biaya administrasi pengurusan surat-surat kendaraan bermotor efektif 6 Januari
2017. Kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB)
tertanggal 6 Desember 2016 ini jelas terburu-terburu karena minimnya
sosialisasi dan kurangnya informasi yang diberikan kepada masyarakat sehingga hari
terakhir sebelum implementasinya baru menjadi topik hangat dan ikut menarik
perhatian banyak masyarakat. Bagaimana tidak, pemberitaan media dan sosialisasi
yang cenderung minim sebelumnya ini membuat kebijakan yang menginstruksikan
kenaikan pembiayaan atau tarif pengurusan kelengkapan surat-surat kendaraan
bermotor baik roda dua maupun roda empat oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia baru beredar luas di masyarakat pada awal Januari ketika akan dimulai
terhitung tanggal 6 Januari 2017. Tidak hanya bagi mereka warga ibukota yang
memiliki berbagai jenis kendaraan baik motor maupun mobil, di daerah-daerah pun
menunjukkan keresahan yang sama ditunjukkan dengan begitu ramainya
kantot-kantor kepolisian sejak tiga hari terakhir oleh masyarakat yang antusias
mengurus surat-surat kendaraannya sebelum mendapati kenaikan tarif pengurusan
yang fantastis bahkan hingga dua sampai tiga kali lipat.
Besaran
kenaikan biaya administrasi berdasarkan tarif baru ini dapat dilihat seperti
misalnya dalam biaya pengurusan peneribitan STNK kendaraan roda dua naik
menjadi Rp. 100.000 yang sebelumnya hanya dipatok dengan besaran Rp. 50.000. Sedangkan
untuk roda empat sendiri naik dari Rp. 75.000 menjadi Rp. 200.000. Kenaikan
yang lebih fantastis lagi ditemui dalam perubahan tarif penerbitan BPKB baru
dan juga mutasi kepemilikaan kendaraan di mana untuk roda dua naik dari yang
tadinya Rp.80.000 menjadi Rp. 225.000 sedangkan untuk roda empat kini dikenai biaya sebesar Rp. 375.000 dari
yang sebelumnya hanya Rp. 100.000, kenaikan yang bahkan lebih dari tiga kali
lipatnya. Untuk pengesahan STNK sendiri bahkan dari yang semula digratiskan
nantinya akan dikenaik biaya Rp. 25.000 untuk roda dua dan tiga, sementara
untuk roda empat atau lebih sebesar Rp.50.000. Hal inilah yang kemudian menjadi
momok yang menghantui masyarakat Indonesia saat ini membayangkan betapa
mahalnya biaya pajak dan administrasi surat kendaraan yang harus dibayarkan
untuk kendaraan yang dimilikinya jika jatuh tempo setelah tanggal 6 Januari
besok. Antrian yang masih panjang hingga mendekati petang ini kemudian memaksa
beberapa kantor kepolisian memperpanjang waktu kerja hingga malam hari untuk melayani
pengurusan surat kendaraan.
Pertanyaan yang kemudian muncul
adalah pantaskah kenaikan biaya pengurusan surat kendaraan ini? Di tengah
laporan evaluasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dilaporkan cukup baik pada
penutupan tahun 2016 yang lalu positif 5,7% dan dengan GDP masyarakat rata-rata
perkapita naik 5,18% (Bank Indonesia, 2016). Inflasi yang terjadi beberapa kuarter terakhir menunjukkan tingkat
perekonomian dan nilai tukar perdagangan terus meningkat dalam periode terakhir.
Hal ini mengesankan terlebih mengingat tarif pengurusan administrasi
surat-surat kendaraan bermotor oleh kepolisian ini belum pernah dinaikkan lagi sejak
berlakunya PP No. 50 Tahun 2010 atau sejak enam tahun terakhir untuk kemudian
memunculkan wacana kenaikan tarif baru. Fakta bahwa periode pembiayaan STNK,
STCK ataupun BPKB sebagai pendapatan negara bukan pajak ini hanya sekali dalam
lima tahun, dan pandangan bahwa perlunya peningkatan kualitas pelayanan yang
diberikan oleh pihak Kepolisian dalam hal pengurusan semacam ini juga ikut
menjadi landasan pertimbangan yang keseluruhannya dibahas dalam formulasi
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) oleh lembaga-lembaga pemerintahan terkait seperti
Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Ham, Sekretariat Negara Kementerian
Koordinator beserta pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menaikkan
tarif pengurusan surat-surat kelengkapan kendaraan bermotor yang akhirnya
disahkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia saat ini, Joko Widodo.
Setelah disahkannya keputusan
tersebut, pertanyaannya saat ini adalah sanggupkah masyarakat Indonesia
menerima ketentuan perubahan tarif yang dikeluarkan dalam peraturan baru ini?
Di Indonesia sendiri isu-isu kenaikan harga yang bersinggungan langsung dengan
layanan pubik dan fasilitas umum akan sangat sensitif dalam memengaruhi
kestabilan ekonomi sekaligus sangat rentan dalam memengaruhi inflasi. Kita
tentu belum lupa dengan berbagai
fenomena inflasi yang terus menerus terjadi beberapa tahun silam karena naiknya
harga bahan bakar yang ikut menaikkan tarif angkutan umum hingga meluas pada
kenaikan berbagai hargan bahan pokok dan kebutuhan lainnya. Tidak dapat
dipungkiri ketakutan yang sama dalam pembiayaan administrasi surat kendaraan
ini akan sama halnya berakibat fatal pada kenaikan tarif angkutan umum dan
lagi-lagi inflasi yang kian mencekik msayarakat ekonomi menegah ke bawah. Perlu
pula diingat bahwa landasan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dijadikan acuan
oleh pemerintah tidak dapat serta-merta mendorong pemerintah menerapkan kebijakan
yang sifatnya univerasal dan menyeluruh seperti perubahan tarif PNPB ini secara
nasional mengingat di balik pertumbuhan ekonomi yang terjadi, fenomena yang
berkembang di baliknya justru adalah kesenjangan sosial yang kian meluas dan
rentan yang semakin menjauh signifikan. Worldbank melaporkan bahwa nyatanya
pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia masih terbatas dinikmati oleh 20%
masyarakat terkaya saja dan meninggalkan 80% atau lebih dari 205 juta penduduk
lainnya rawan merasa tertinggal (Worldbank, 2015).
Permasalahan ekonomi semakin menjadi
ancaman serius yang terus membelenggu masyarakat menengah ke bawah bagi
masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai daerah-daerah. Kebijakan
menaikkan tarif administrasi kendaraan justru menjadi kekhawatiran tambahan
yang semakin menjerat kelompok masyarakat menengah yang terjebak dalam keadaan
dan keputusan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan tarif baru PNPB ini.
Padahal kita ketahui bersama bahwa kendaraan-kendaran berrmotor adalah
penggerak kegiatan perekonomian yang diandalkan oleh sektor usaha menengah ke
bawah, tidak hanya para sopir angkutan umum tetapi bahkan bagi sekelompok
pekerja yang berangkat ke tempat kerjanya dengan berkendara. Bagi mereka
nelayan dan petani yang juga berkendara, di mana mereka semuanya terus ditekan
kebijakan pemerintah yang semakin memperbesar biaya produksi sementara
penghasilan yang didapatkannya terus anjlok dan semakin tak bernilai apa-apa.
Dampaknya akan semakin terasa ketika semua hal menjadi diukur dengan uang
semata, dan pada akhirnya kesenjangan yang terjadi menyebabkan angka
kriminalitas terus bertambah siignifikan menjatuhkan tingkat keamanan masyarakat
yang dicemaskan.
Pada akhirya masyarakat tentunya berharap agar kebijakan ini dirasa
perlu untuk ditinjau ulang. Kenaikan tarif dan peningkatan pelayanan adalah hal
yang wajar dan dapat diterima jika hal tersebut dapat dirasionalisasikan dengan
berbagai pertmbangan yang lebih bijak khususnya memperhatikan bagaimana
masyarakat Indonesia secara menyeluruh merespon kebijakan yang terkesan sangat
terburu-buru ini. Pada akhirnya pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan
menaikkan biaya pengurusan surat-surat kendaraan ini agar tidak justru
menyengsarakan dan mampu sesuai dengan
situasi dan kondusi ekonomi masyarakat saat ini sehingga dapat diterima secara
bijak oleh masyarakat itu sendiri sebagai Penguasa di atas Penguasa.
x
0 comments:
Post a Comment