February 04, 2017

Tarif Pengurusan STNK dan BPKB dinaikkan Hingga Tiga Kali Lipat, Pantaskah?

Hingga tadi malam pemberitaan media di mana-mana terus melaporkan situasi terkini di kantor-kantor kepolisian di berbagai daerah yang masih saja ramai dipenuhi antrian oleh masyarakat yang mengantri untuk mengurusi surat-surat kendaraan bermotornya. Fenomena ini menjadi perbincangan yang cukup serius dan semakin menarik dengan kontroversi yang terus bermunculan terhadap kebijakan pemerintah yang terbaru; naiknya biaya administrasi pengurusan surat-surat kendaraan bermotor efektif 6 Januari 2017. Kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) tertanggal 6 Desember 2016 ini jelas terburu-terburu karena minimnya sosialisasi dan kurangnya informasi yang diberikan kepada masyarakat sehingga hari terakhir sebelum implementasinya baru menjadi topik hangat dan ikut menarik perhatian banyak masyarakat. Bagaimana tidak, pemberitaan media dan sosialisasi yang cenderung minim sebelumnya ini membuat kebijakan yang menginstruksikan kenaikan pembiayaan atau tarif pengurusan kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia baru beredar luas di masyarakat pada awal Januari ketika akan dimulai terhitung tanggal 6 Januari 2017. Tidak hanya bagi mereka warga ibukota yang memiliki berbagai jenis kendaraan baik motor maupun mobil, di daerah-daerah pun menunjukkan keresahan yang sama ditunjukkan dengan begitu ramainya kantot-kantor kepolisian sejak tiga hari terakhir oleh masyarakat yang antusias mengurus surat-surat kendaraannya sebelum mendapati kenaikan tarif pengurusan yang fantastis bahkan hingga dua sampai tiga kali lipat.
            Besaran kenaikan biaya administrasi berdasarkan tarif baru ini dapat dilihat seperti misalnya dalam biaya pengurusan peneribitan STNK kendaraan roda dua naik menjadi Rp. 100.000 yang sebelumnya hanya dipatok dengan besaran Rp. 50.000. Sedangkan untuk roda empat sendiri naik dari Rp. 75.000 menjadi Rp. 200.000. Kenaikan yang lebih fantastis lagi ditemui dalam perubahan tarif penerbitan BPKB baru dan juga mutasi kepemilikaan kendaraan di mana untuk roda dua naik dari yang tadinya Rp.80.000 menjadi Rp. 225.000 sedangkan untuk roda empat  kini dikenai biaya sebesar Rp. 375.000 dari yang sebelumnya hanya Rp. 100.000, kenaikan yang bahkan lebih dari tiga kali lipatnya. Untuk pengesahan STNK sendiri bahkan dari yang semula digratiskan nantinya akan dikenaik biaya Rp. 25.000 untuk roda dua dan tiga, sementara untuk roda empat atau lebih sebesar Rp.50.000. Hal inilah yang kemudian menjadi momok yang menghantui masyarakat Indonesia saat ini membayangkan betapa mahalnya biaya pajak dan administrasi surat kendaraan yang harus dibayarkan untuk kendaraan yang dimilikinya jika jatuh tempo setelah tanggal 6 Januari besok. Antrian yang masih panjang hingga mendekati petang ini kemudian memaksa beberapa kantor kepolisian memperpanjang waktu kerja hingga malam hari untuk melayani pengurusan surat kendaraan.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah pantaskah kenaikan biaya pengurusan surat kendaraan ini? Di tengah laporan evaluasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dilaporkan cukup baik pada penutupan tahun 2016 yang lalu positif 5,7% dan dengan GDP masyarakat rata-rata perkapita naik 5,18% (Bank Indonesia, 2016). Inflasi yang terjadi  beberapa kuarter terakhir menunjukkan tingkat perekonomian dan nilai tukar perdagangan terus meningkat dalam periode terakhir. Hal ini mengesankan terlebih mengingat tarif pengurusan administrasi surat-surat kendaraan bermotor oleh kepolisian ini belum pernah dinaikkan lagi sejak berlakunya PP No. 50 Tahun 2010 atau sejak enam tahun terakhir untuk kemudian memunculkan wacana kenaikan tarif baru. Fakta bahwa periode pembiayaan STNK, STCK ataupun BPKB sebagai pendapatan negara bukan pajak ini hanya sekali dalam lima tahun, dan pandangan bahwa perlunya peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak Kepolisian dalam hal pengurusan semacam ini juga ikut menjadi landasan pertimbangan yang keseluruhannya dibahas dalam formulasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) oleh lembaga-lembaga pemerintahan terkait seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Ham, Sekretariat Negara Kementerian Koordinator beserta pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menaikkan tarif pengurusan surat-surat kelengkapan kendaraan bermotor yang akhirnya disahkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia saat ini, Joko Widodo.
Setelah disahkannya keputusan tersebut, pertanyaannya saat ini adalah sanggupkah masyarakat Indonesia menerima ketentuan perubahan tarif yang dikeluarkan dalam peraturan baru ini? Di Indonesia sendiri isu-isu kenaikan harga yang bersinggungan langsung dengan layanan pubik dan fasilitas umum akan sangat sensitif dalam memengaruhi kestabilan ekonomi sekaligus sangat rentan dalam memengaruhi inflasi. Kita tentu belum lupa dengan  berbagai fenomena inflasi yang terus menerus terjadi beberapa tahun silam karena naiknya harga bahan bakar yang ikut menaikkan tarif angkutan umum hingga meluas pada kenaikan berbagai hargan bahan pokok dan kebutuhan lainnya. Tidak dapat dipungkiri ketakutan yang sama dalam pembiayaan administrasi surat kendaraan ini akan sama halnya berakibat fatal pada kenaikan tarif angkutan umum dan lagi-lagi inflasi yang kian mencekik msayarakat ekonomi menegah ke bawah. Perlu pula diingat bahwa landasan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dijadikan acuan oleh pemerintah tidak dapat serta-merta mendorong pemerintah menerapkan kebijakan yang sifatnya univerasal dan menyeluruh seperti perubahan tarif PNPB ini secara nasional mengingat di balik pertumbuhan ekonomi yang terjadi, fenomena yang berkembang di baliknya justru adalah kesenjangan sosial yang kian meluas dan rentan yang semakin menjauh signifikan. Worldbank melaporkan bahwa nyatanya pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia masih terbatas dinikmati oleh 20% masyarakat terkaya saja dan meninggalkan 80% atau lebih dari 205 juta penduduk lainnya rawan merasa tertinggal (Worldbank, 2015).
Permasalahan ekonomi semakin menjadi ancaman serius yang terus membelenggu masyarakat menengah ke bawah bagi masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai daerah-daerah. Kebijakan menaikkan tarif administrasi kendaraan justru menjadi kekhawatiran tambahan yang semakin menjerat kelompok masyarakat menengah yang terjebak dalam keadaan dan keputusan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan tarif baru PNPB ini. Padahal kita ketahui bersama bahwa kendaraan-kendaran berrmotor adalah penggerak kegiatan perekonomian yang diandalkan oleh sektor usaha menengah ke bawah, tidak hanya para sopir angkutan umum tetapi bahkan bagi sekelompok pekerja yang berangkat ke tempat kerjanya dengan berkendara. Bagi mereka nelayan dan petani yang juga berkendara, di mana mereka semuanya terus ditekan kebijakan pemerintah yang semakin memperbesar biaya produksi sementara penghasilan yang didapatkannya terus anjlok dan semakin tak bernilai apa-apa. Dampaknya akan semakin terasa ketika semua hal menjadi diukur dengan uang semata, dan pada akhirnya kesenjangan yang terjadi menyebabkan angka kriminalitas terus bertambah siignifikan menjatuhkan tingkat keamanan masyarakat yang dicemaskan.

Pada akhirya masyarakat tentunya berharap agar kebijakan ini dirasa perlu untuk ditinjau ulang. Kenaikan tarif dan peningkatan pelayanan adalah hal yang wajar dan dapat diterima jika hal tersebut dapat dirasionalisasikan dengan berbagai pertmbangan yang lebih bijak khususnya memperhatikan bagaimana masyarakat Indonesia secara menyeluruh merespon kebijakan yang terkesan sangat terburu-buru ini. Pada akhirnya pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan menaikkan biaya pengurusan surat-surat kendaraan ini agar tidak justru menyengsarakan dan  mampu sesuai dengan situasi dan kondusi ekonomi masyarakat saat ini sehingga dapat diterima secara bijak oleh masyarakat itu sendiri sebagai Penguasa di atas Penguasa.
x

0 comments:

Post a Comment