Indonesia, sebagaimana yang telah
dikenal sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu merupakan sebuah entitas
kebangsaan yang sangat multikultural dengan jumlah etnis dan kebudayaan yang
banyak dan beragam. Tidak hanya dengan jumlah masyarakat yang besar, Indonesia
secara historis juga dikenal sejak dulu sebagai satu bangsa yang cukup kuat
dengan wilayah teritorinya yang luas. Oleh sebab itu maka tak heran jika
sejarah mencatat begitu banyak negara-negara koloni yang saling berebut untuk
menguasai wilayah ini. Lebih jauh lagi menelisik sejarah Indonesia, maka
diketahui bahwa Indonesia beberapa abad yang lalu merupakan satu kesatuan
bangsa yang jauh lebih kuat yang lebih dikenal dengan sebutan Nusantara.
Meliputi wilayah-wilayah Asia bagian tenggara termasuk Filipina, semenanjung
Asia Tenggara sampai daratan Malaysia dan termasuk kepulauan Indonesia saat ini
merupakan wilayah otoritas sebuah kebangsaan yang kuat yang dikenal ssebagai
entitas Nusantara. Dengan mengangkat keistimewaan pluralitas sebagai hal yang
sangat unik dan istimewa, entitas kebangsaan ini kemudian terus mengalami
dinamika revolusi namun sangat kuat untuk berpegang teguh dalam menjunjung
perbedaan dalam satu kesatuan. Oleh sebab itulah maka hingga saat ini entitas
Nusantara atau yang kini dikenal dengan nama Indonesia masih berpegang teguh
pada semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya nilai berbeda-beda tetapi
tetap satu. Semboyan ini pada dasarnya memiliki makna dan tujuan untuk berusaha
mengakarkan rasa solidaritas dan rasa persatuan yang cenderung “imajiner”
sebagai bagian dari kesatuan Indonesia.
Menjadi menarik dalam membahas
lebih lanjut bagaimana kondisi keberagaman komposisi masyarakat Indonesia
menghadapi tantangan dinamika sosial dan evolusi dari berbagai bentuk ancaman
seperti gerakan-gerakan separatis, diskriminasi kaum minoritas, perbedaan derajat
dalam pergaulan dan lingkungan sosial, dan masalah-masalah sosial lainnya yang
menyangkut perbedaan latar belakang personal. Agama, sebagai salah satu
perbedaan yang sangat sensitif tidak jarang menjadi pemicu dan penyebab utama
munculnya pergolakan permasalahan-permasalahan tersebut menjadi lebih besar.
Agama mayoritas yangmengalami pergeseran dan pergantian dari hindu ke budha dan
kemudian ke Islam menjadi faktor penting alasan mengapa indikator agama menjadi
sebuah sentimen dalam pergaulan masyarakat di Indonesia. Hal itu pula yang juga
kemudian diduga menjadi main trigger dari munculnya berbagai
gerakan-gerakan separatis dan tindakan diskriminasi blatarbelakang keagamaan.
Hal ini tentunya merupakan sesuatu yang rasional mengingat faktor agama
berbicara mengenai kepercayaan dan cenderung menjadi prinsip dan ideologi
seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Itulah mengapa
sedikit saja sentimen yang menyaangkut keagamaan ini terangkat di lingkungan
sosial maka sangat rentan memicu terjadinya gesekan sosial dan konflik yang
lebih besar dan berkepanjangan.
Dalam upaya menjaga kesatuan
wilayah dan rasa solidaritas kebangsaan Indonesia maka sudah seharusnya
berbagai tantangan ini dipikirkan oleh banyak pihak dan segera diberikan solusi
yang efektif guna mencegah terjadinya perpecahan dan konflik yang
berkepanjangan. Salah satunya adalah dengan kemudian menanamkan rasa
solidaritas itu sendiri kepada tiap individu masyarakat Indonesia secara
keseluruhan. Penanaman nilai-nilai kesatuan ini bahkan ditanamkan ke masyarakat
sosial sejak usia belia/kanak-kanak, remaja hingga orang tua. Hal ini guna
mengakarkan rasa solidaritas dan nilai-nilai persatuan dalam satu identitas
kebangsaan Indonesia, termasuk menjadikan perbedaan yang ada (termasuk
perbedaan agama) sebagai sebuah keunikan; keistimewaan dan bukan menjadi
penghalang terhadap terwujudnya perdamaian dan ketentraman di lingkungan masyarakat.
Masyarakat Indonesia yang dihadapkan dengan keadaan yang plural diharapkan
dapat saling menghargaai dan menghormati perbedaan satu sama lain demi
terwujudnya perdamaian dan perasaan saling menghormati satu sama lain.
Dari gagasan inilah kemudian
berangkat sebuah pemikiran tentang Islam Nusantara, sebuah sudut pandang yang
diklaim sebagai pembawa perdamaian bagi bangsa Indonesia utamanya pagi pemeluk
agama Islam, agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia dengan nilai
utamanya adalah mengangkat kesatuan dan persatuan masyarakat Indonesia melalui
rasa menghargai dan menghormati segala bentuk perbedaan, termasuk perbedaan
agama demi terwujudnya masyarakat yang harmonis dan saling menghormati antar
umat beragama. Pada dasarnya konsepsi Islam Nusantara hingga saat ini menjadi
sebuah perdebatan serius yang menghadapkan dua perspektif besar; Islam
universal dengan Islam yang lebih konvensional dengan berpegang teguh pada
nilai-nilai kebenaran Islam yang hakiki.
Pandangan Islam Nusantara berusaha
menanamkan bagaimana nilai-nilai Islam dapat dimplementasikan ke tengah-tengah
masyarakat tradisional Indonesia sehingga dalam praktiknya kemudian terjadi
peleburan budaya Islam dengan kebudayaan-kebudayaan lokal. Oleh sebab itu
pandangan Islam Nusantara memercayai bahwa kedamaian dan ketentraman masyarakat
akan lebih mudah dicapai dengan ditumbuhkannya rasa solidaritas masyarakat
Indonesia tanpa menjadikan perbedaan agama dan perbedaan-perbedaan lainnya
sebagai pemicu permasalahan.
Orang-orang yang mengangkat ide
Islam Nusantara ini memegang erat pada kepercayaan bahwa peerbedaan dan
perselisihan di kalangan masyarakat Indonesia adalah suatu hal yang krusial.
Olehnya itu, solusi terhadap ancaman perpecahan dan gangguan ketentraman
masyarakat menjadi seuatu yang mendesak untuk diperhatikan secara serius. Ciri khas islam nusantara adalah pandangan agama Islam yang melebur dengan kebudayaan dan perspektif lokal sehingga
masyarakat mampu memadukan kebudayaan lokalnya dengan nilai-nilai ajaran Islam. Tujuannya tentu sebuah
hal yang mulia, bagaimana nilai-nilai keislaman mampu diimplementasikan dengan
lebih fleksibel terhadap kelompok masyarakat tradisional.
Hal yang menjadikan Islam Nusantara
ini kontroversial di tengah masyarakat adalah karena pendapat kelompok sebagian
orang yang menilai bahwa konsepsi Islam Nusantara jelas tidak sesuai dengan
ajaran agama Islam yang semestinya dimana Islam yang dileburkan dengan
kebudayaan lokal tradisional itu artinya sama halnya mencampur-adukkan antara
kebenaran dan kebathilan. Hal ini sebagaimana yang
tercantum di dalam QS al-Baqarah [2]: 42 "Dan janganlah kamu campur
adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu,
sedang kamu mengetahui beliau berkata, “Allah melarang orang Yahudi
mencampuradukkan perkara yang batil dengan yang hak, melarang menyembunyikan
yang hak dan menampakkan kebatilan. Allah melarang mereka dua perkara ini.
Sebaliknya, Allah memerintah mereka agar menampakkan kebenaran, karena mereka
mengetahui yang benar.” Tentu
sebuah hal yang perlu dipertanyakan lebih lanjut mengenai bagaimana
standarisasi kebathilan (sesuatu yang salah/melenceng dari jalan lurus) itu
sendiri ditetapkan oleh kelompok penganut Islam garis keras yang menentang
Islam Nusantara yang menjadikannya alasan yang konkret menentang konsepsi Islam
Nusantara.
Bahkan di beberapa media, kelompok
penentang Islam Nusantara garis keras menyatakan bahwa Islam Nusantara
yang kaya dengan warisan Islam (Islamic legacy) justru akan berpotensi besar menjadi harapan renaisans peradaban Islam global yang akan
berakulturasi dengan Tatanan Dunia Baru Ciptaan Dajjal (The New World Order).[2] Merupakan pemikiran yang dangkal dalam melihat
Islam Nusantara sebagai suatu aancaman terhadap Islam dan mengaitkannya pada
tatanan dunia baru ciptaan Dajjal dan konstruksi negatif sejenis lainnya sebab
Islam Nusantara pada dasarnya bertujuan untuk memudahkan implementasi
nilai-nilai Islam ke dalam masyarakat tradisional dan bukan berarti
mencampur-adukkan kedua peradaban yang berbeda.
Selama implementasi konsepsi Islam
Nusantara diimplementasikan dengan sesuai syariat yang berlaku maka tentunya
pemikiran ini bukanlah sesuatu yang keliru sepenuhnya. Terlebih lagi dalam
upaya menjaga keutuhan NKRI dari ancaman gerakan separatis dan
kelompok-kelompok separatis maka ide atau pemahaman ini menjadi sebuah hal
positif yang akan mampu mempertahankan bahkan meningkatkan rasa menghargai dan
menghormati perbedaan satu sama lain dan tentunya secara langsung maupun tidak langsung
dapat menjaga solidaritas keutuhan masyarakat karena mampu mengimplementasikan
ajaran agama Islam yang dibaawa serta tetap menghormati kebudayaan lokal yang
sudah ada sebelumnya. Dengan begitu maka tentunya hal ini akan berimplikasi
positif terhadap solidaritas keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia itu
sendiri secara universal. Oleh sebab itu hal ini tidak ada salahnya untuk
dipertahankan bahkan dikembangkan lebih luas lagi selama hal ini tidak terbukti
bertentangan dengan nilai dan ajaran agama Islam itu sendiri.
[1] Opini Jemaat Islam Nusantara(daring),
Pengertian Islam Nusantara, September 2015, http://jemaat-islamnusantara.blogspot.co.id/2015/06/pengertian-islam-nusantara.html diakses 3 Oktober 2015
Lu sendiri kayak ngerti sejarah Islam ngomong ginian. Coba deh, lu jelaskan dulu Islam secara fundamentalis itu apa, pergejolakan dari awal Islam sampai hari ini ada apa aja.. Jangan memandang pakai kacamata sosial dan kesetaraan aja. Al Qur'an itu punya nama lain yaitu sebagai Al Furqon. Silahkan direnungi
ReplyDelete