Bulan September bagi mahasiswa HI harusnya menjadi salah satu momen penting dan tidak boleh dilewatkan. Ada apa gerangan Check this out!
United Nations General Assembly (UNGA), atau Sidang Umum PBB adalah sebuah konferensi pertemuan para pemimpin negara dunia di bawah kerja sama PBB, untuk membahas berbagai isu dan draf resolusi penyelesaian berbagai permasalahan dunia. UNGA tahun 2016 ini terhuitung sebagai sesi ke-71 dan sebentar lagi akan diadakan. Direncanakan acara ini akan dihelat pada tanggal 13 Oktober 2016 di UN Headquarters, New York, Amerika Serikat.
Barrack Obama dalam sambutannya di pembukaan Sidang Umum PBB tahun lalu. (sumber: https://medium.com/@WhiteHouse/president-obama-addresses-the-71st-united-nations-general-assembly-e08ac0a7b5c2) |
Dalam sejarah
panjang politik dunia berjalan dalam peradaban manusia, tidak dapat dipungkiri
bahwa perspektif atau cara pandang manusia sangat besaar dalam emmengaruhi
sikapnya dalam berinteraksi dengan pihak atau sistem negara lainnya. Hal ini
berkaitan erat dengan melihat bagaimana pandangan terhadap politik dunia, atau World View sangat berpengaruh terhadap
tindakan suatu negara dalam berinteraksi dan berhubungan dengan negara lainnya. menjelang dihelatnya kembali Sidang Umum PBB yang tahun ini memasuki sesi ke-71, berikut sedikit gambaran kebali melihat bagaimana situasi politik dunia yang dapat diamatai dari penyampaian pidato yang disampaikan oleh pemimpin-pemimpin negara yang hadir dan lebih spesifik lagi yakni pidato dari dua pemimpin negara besar yang saling berseberangan dalam ideologi politiknya, Barrack Husein Obama dan Vladimir Putin.
Barrack Obama
dan Vladimir Putin adalah pemimpin dari dua negara adidaya yang saling
berseberangan, Amerika Serikat dan Rusia. Kedua negara ini memiliki pandangan
yang sangat berbeda dalam melihat hubungan internasional yang terjadi dalam
politik global dan hal ini dapat dilihat lebih dekat dalam perilaku, pemikiran
hingga pernyataan yang ditunjukkan kepada publik. Perbedaan ideologi dan
persepsi terhadap politik global dari keduanya secara jelas terlihat sangat
bertolak belakang, salah satunya dapat dilihat melalui pidato keduanya dalam
Sidang Majelis Umum PBB 28 September 2015 yang dilaporkan oleh Erik Vouten.
Dari laporan sekaligus review yang disusun oleh Voeten
yang berjudul Putin and Obama Clash Over International Relations Theory, momentum
sidang majelis Umum PBB tersebut digunakan kedua tokoh, baik Putin maupun Obama
untuk berpidato dan menyampaikan gagasannya terkaitan peta politik dunia dalam
perspektif negara masing-masing. Menariknya, ulasan Voeten dalam tulisan ini
sangat mengundang prhatian lebih jauh karena mencoba menganalisis lebih jauh
bagaimana pandangan politik kedua pemimpin negara ini mewakili perspektif dan
ideologi politik yang dianut oleh masing-masing negaranya.
Pandangan atau worldview yang lebih bersifat liberal
ditunjukkan oleh presiden Obama, dilihat dari bagaimana visi Amerika Serikat
yang digambarkan yakni untuk menyebarkan nilai-nilai dasar atau basic virtues liberalisme melalui
politik luar negeri. Pidato Obama menyatakan bahwa negara sudah seharusnya
mengaahrgai PBB dengan tanggungjawab dan loyalitasnya mampu diandalkan menjadi pusat
dari tatanan liberal, terlebih dengan potensi semakin diperkuatnya penghormatan
pada hukum internasional, HAM, serta demokrasi melalui legitimasi terhadap PBB
yang dibangun oleh seluruh negara di dunia. Dalam pidato tersebut presiden
Obama juga mengulas bagaimana PBB sebagai sebuah organiasasi internasional
telah abnyak terlibat dalam berbagai upaya penyeelsaian konflik dan
permasalahan-permasalahan internasional dan mendorong interaksi kerj sama antar
negara dan pengembangan bidang ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dunia dan mengurangi persentase masyarakat miskin dan pengangguran
secara global.
Jika dianalisis
lebih jauh, penyataan-pernyataaan yang disampaikan Obama dapat dilihat sebagai
sebuah bentuk optimisme yang kuat dalam meyakini peranan PBB sebagai organisasi
internasional cukup besar dalam penyelesaian konflik internasional. Hal ini
sangat dengan bagiamana perspektif liberal sebagai wordview terhadap politik global yang membangun asumsi bahwa negara
sejatinya memiliki potensi untuk membangun perdamaian universal dengan
cara-cara kerja sama, mengutamakan hubungan baik dan diplomasi, penghormatan
terhadap hukum-hukum internasional yang disepakati bersama, dan juga
mengutamakan Hak Asasi Manusia dan kebebasan manusia sebagai bagian dari
kemerdekaan yang dimilikinya. Sebagaimana yang diketahui bersama, kebutuhan masyarakat
global yang terus berkembang secara dinamis mendorong interaksi antar negara
kian intens dalam menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang muncul. Dalam
mengatasi permasalahan yang muncul, negara-negara kemudian mulai membentuk
suatu tatanan atau organisasi internasional seperti Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) dan saat ini
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United
Nations) yang merupakan wujud kesepakatan untuk membentuk rezim yang mampu
menekan kecenderungan dominasi dari negara besar dan sekaligus menghidari
tertindasnya negara-negara lainnya.
Selain membangun
optimisme yang kuat terhadap orde internasional yang damai dan menghargai
kebebasan, berdirinya presiden Obama dalam menyampaikan pidato tentang
nilai-nilai kerja sama, integritas negara dan penghargaan terhadap PBB yang
merepresentasikan Amerika Serikat ini juga dapat dilihat sebagai ajang
mempertegas kembali tujuan atau cita-cita Amerika untuk menyebarkan nilai-nilai
liberal yang dibawanya sejak akhir Perang Dunia II. PBB dijadikan sebagai alat
yang tepat untuk mengimplementasikan nilai-nilai kerja sama, kebebasan,
penghargaan terhadap Ham, dan konsep-konsep pemikiran dasar liberal lainnya
yang dipercaya oleh Amerika.
Meskipun
semangat untuk menciptakan perdamaian itu cukup besar, terlepas dari berbagai
intervensi dan keterlibatan yang dilakukan oleh organisasi internasional PBB dalam
menyelesaikan berbagai konflik internasional, tidak dapat dipungkiri hingga
saat ini banyak pihak yang masih meragukan kefektifan dari eksistensi
organisasi internasional mengingat perang dan konflik-konflik internasional hingga
saat ini masih saja terjadi. Presiden
Putin menyatakan secara jelas dalam pernyataannya bagiamana sikap Amerika
Serikat melalui berbagai intervensi yang dilakukannya adalah bentuk dari
arogansi. Menurutnya, fungsi dari PBB dalam urusan hubungan internasional saat
ini bukan untuk mencampuri konflik-konflik domestik yang terjadi karena hal
tersebut jelas telah jauh merendahkan kedaulatan negara lain. Serangan militer dan perang sipil misalnya
yang saat ini masih terjadi di Sudan Sulatan dan Suriah yang banyak menyita
perhatian PBB baik secara moril maupun materil demi terselesaikannya
permasalahan ini dengan segera. Belum lagi konflik yang tercipta di Ukraina
atau potensi konflik yang muncul dari ketegangan dalam isu perebutan kekuasaan
Laut China Selatan, dan yang tak kalah kompleksnya yaitu ancaman terorisme yang
sedang dihadapai oleh hampir seluruh negara-negara di dunia saat ini. Permasalahan-permasalahan
ini jika dilihat tentunya kian menunjukkan bagaimana intervensi Amerika Serikat
yang dalam tujuan menjaga perdamaian dunia dan menyelesaikan konflik yang
terjadi justru memicu konflik berembang menjadi lebih besar dan bahkan memantik
kian memanasnya hubungan antar negara.
Oleh sebab itu
pokok utama perspektif sebagaimana yang dapat ditangkap dari pidato presiden
Putin adalah pemahaman terhadap politik dunia yang lebih menggunakan kaca mata
realis bahwa sudah seharusnya tanggungjawab PBB diarahkan lebih besar terhadap
penyelesaian masalah-masalah yang lebih krusial dan universal yang dihadapi
oleh semua negara seperti perang dan isu terorisme dengan memprioritaskan
kedaulatan masing-masing negara sebagai prioritas utama di atas segalanya. PBB
tidak dibentuk untuk menyamakan posisi dan kekuatan seluruh negara yang
memutuskan menjadi anggota PBB, namun menurut Putin forum ini harusnya
dimanfaatkan bagi negara-negara untuk membangun aliansi dan melawan ancaman
musuh bersama yang dihadapi dan menjunjung tinggi kedaulatan yang dimiliki
setiap negara.
Kurang lebih kedua negara baik Amerika Serikat maupun Rusia memiliki ideologi dan perspektif yang berbeda dalam melihat politik global. Hal ini tentunya menarik dalam memunculkan bebagai dinamika dalam hubungan internasional dan berbagai interaksi yang terjadi. Di tahun ini perhelatan Sidang umum PBB akan kembali digelar. Maka mari kita nantikan bagaimana jalannya sidang PBB berlangsung, dan tentunya mari kita simak dan analisis berbagai konten materi pidato yang akan dibawakan oleh masing-masing pemimpin negara. Tidak hanya Obama dan Putin, besok kita nampaknya juga harus melihat bagaimana presiden Jokowi berdiri di hadapan sidang, dan kira-kira materi apa yang akan disampaikannya di hadapan seluruh pemimpin negara dunia.
0 comments:
Post a Comment