Memilih berpisah itu indah, jika dan hanya jika kau tahu semuanya akan sia-sia dan bertahan hanya akan memperparah luka.
Yang
menjadi masalah adalah karena aku merasa kebersamaan kita yang terakhir telah
mengobati prahara yang sebelumnya meninggikan dinding di antara kita.
Dan ketahuilah, kebersamaan yang kita rajut kembali itu menggetarkan gelombang yang begitu besar bahkan lebih dari segala yang pernah
ada sebelumnya tentang kita.
Namun kau memilih selesai. Menyelesaikan semua setelah kau anggap api yang kubuat semakin kubesarkan.
Kau bilang pergimu adalah luka dari sakit hati. Perlakuan bodohku untuk membuka hati pada yang lain adalah sebuah
pengkhianatan. Aku mengaku. Aku telah lalai menjaga hati. Dan aku benar-benar
menyesal. Maafku untuk luka yang tergores sangat besar karena ulahku itu. Aku
menyesal, dan aku minta maaf yang sedalam-dalamnya.
Tapi, itu
semua sudah selesai. Kamu telah membawaku pada tahapan yang baru. Dunia cinta yang jauh lebih besar
setelah bencana yang kau sebut badai pengkhianatan itu berlalu. Kau buka ruang bersama, lalu kita mengikat
janji untuk memulai hari baru yang lebih indah. Aku bahagia, dengan cinta yang dua kali lebih besar. Dan akupun yakin, cintamu sama besarnya ketika itu. Kita berada pada
lingkaran kasih dan ikatan tali cinta yang sama. Aku percaya.
Tapi
ternyata gesekan konflik yang terakhir kita lalui masih menyisakan bekas luka yang
tertinggal. Yang ternyata luput dan muncul di tengah kebersamaan dibangun kembali. Dan kamu berontak, melihat ini sebagai luka dan sebuah
pengkhianatan yang tidak terampuni.
Percayalah
kasih, cintaku tulus menerimamu. Dan aku masih di sini menanti untuk waktu.
Menunggu kita untuk kembali. Seperti komitmen yang persis kita sepakati janji kelingking untuk selalu bersama. Sebelum insiden sisa-sisa konflik kita itu justru datang dan menghancurkanmu. Lalu kita sama menjadi abu.
Rasa
yang justru menjadi berbeda: Aku menyayangimu setelah meragukan, kau ragu dan meninggalkan setelah menyayangi.
Percayalah
kasih, aku di sini merindukanmu. Merindukan senyum indahmu, peluk hangatmu,
tulus hatimu, dan semua yang rela kau berikan untukku.
Aku menyayangkan
kepergianmu. Berontak pada pengkhianatan yang seharusnya adalah badai yang kita
berdua sepakat telah membuatnya selesai. Bahkan dengan cara yang begitu indah.
Aku merindu.
Izinkan aku menaruh rindu ini padamu. Meski kusadar, semua yang kuingin tak
lagi bisa kembali padaku.
Mungkin
inilah jalannya. Kurelakan dirimu pergi, ke manapun langkah kakimu kau bawa
berlari. Dan aku di sini. Masih menikmati rasa cinta dan rindu yang tersisa.
Dan penyesalanku dari ulah yang kubuat sendiri.
Semoga kau
temukan jalan yang baik.
Dan kita bersama menemukan hangatnya kasih dan
indahnya cinta. Meski dengan orang yang berbeda.
——
*
Di Senja GSP, 15 Juli 2019
Sayang, aku pergi bukan untuk meninggalkanmu, tapi menuruti apa yang jadi maumu.
Biar aku simpan rasa ini.
Dan jangan pula kau datang kembali. Jika itu hanya sekadar untuk jumpa dan beradu maaf. Aku rasa kita bisa dan telah saling memaafkan.
Kecuali, datangmu untuk benar-benar mendudukkan perkara secara bijak. Dan membicarakan semuanya. Benar-benar semuanya. Dengan kepala dingin.
————
18 Mei 2019
membuka ruang untuk kembali bersua dan berbagi kisah sejak tujuh bulan yang lalu adalah salah satu keputusan terbaik buatku.
aku ingin kamu tahu, perjalanan yang kita tempuh berdua ini begitu indah.
ketulusan dan kasih sayang yang selalu kamu hadirkan adalah penyemangat terbesar buat aku. terlebih menghadapi titik-titik krusial dan momen-momen berharga kita satu sama lain.
Darimu aku mendapatkan makna jatuh hati, peduli, berbagi, menghabiskan waktu dengan cinta, lalu rindu. lalu jatuh hati lagi.
aku percaya, luka yang mewarnai sepanjang jalan ini adalah warna untuk merangkai pelangi yang indah.
aku mohon, satu kali lagi. berikan aku kesempatan untuk membuktikan perjalanan kita masih pantas untuk dilanjutkan.
0 comments:
Post a Comment