September 10, 2019

Pak Pur, Hero dari Warung Boto


Pagi ini kaki masih pegal sisa kegiatan kemarin bertajuk Festival Kampung Wisata 2019.  Kegiatan ini adalah salah satu event persembahan Dinas Pariwisata Kota Jogja untuk mempertemukan kampung-kampung wisata yang ada di Jogja untuk dapat memamerkan kekayaan budaya dan atraksi pariwisata yang ada di kampungnya masing-masing. Selain itu, momentum ini juga menjadi ajang baik bagi para pegiat kampung wisata untuk membangun forum komunikasi satu sama lain dengan para pengelola dari kampung wisata lain agar bisa bertukar gagasan dan bersinergi membangun daya tarik pariwisata kota Jogja menjadi baik dan lebih baik lagi.

 Sebagai organisasi di bawah naungan Dinas Pariwisata, Paguyuban Dimas Diajeng Kota Jogja menjadi salah satu garda dalam merealisasikan kegiatan ini bersama dengan tim panitia lainnya. Kami dari Dimas-Diajeng kemudian diamanahkan untuk bertugas sebagai LO pendamping para perwakilan kampung-kampung wisata selama kegiatan berlangsung. Adalah Pak Purnomo, salah seorang pegiat kampung wisata yang berasal dari Kampung Wisata Warung Boto. Pesan singkat melalui whatsapp dua malam sebelum kegiatan menjadi awal komunikasiku dengan beliau. Tidak banyak, malam itu pesan singkat yang aku kirimkan untuk memperkenalkan diri sekaligus memastikan persiapan festival dari kampung yang dikelola beliau.

Mendampingi Warung Boto
Dalam rangkaian kegiatan ini aku kebagian membantu komunikasi panitia dengan perwakilan kampung wisata sebagai LO dengan kampung wisata Warung Boto. Selain Warung Boto, ada 15 kampung wisata lainnya yang turut menyemarakkan festival ini. Dan teman-teman dari paguyuban Dimas-Diajeng lainnya tersebar membantu komunikasi panitia dengan kampung-kampung wisata itu.

Aku berterima kasih kepada Dimas Yosa (Dimas 2019) soal hal ini. Sebelumnya aku ditugaskan untuk menjadi LO kepada satu kampung wisata, Dipowinatan. Namun karena susunan acara yang dirancang oleh panitia Dinas Pariwisata menunjuk kampung Dipowinatan unjuk aksi pada hari pertama kegiatan, kira-kira sore hari jam empat. Aku mulai khawatir. Karena di jam yang sama bertepatan dengan agenda pribadi yang sudah kujadwalkan sebelumnya. Kegiatan di luar kota yang kubayangkan mungkin juga akan selesai sore hari pukul empat. Tidak mungkin memaksakan keduanya kuhadapi bersamaan.

Mengadu. Akhirnya akupun memberanikan diri mengadu ke panitia acara dari Dinas Pariwisata.  Mencoba menawarkan untuk bertukar posisi agar bisa bertugas di hari kedua acara. Dan saat itu sudah kusiapkan obrolan lobi pribadi dengan Yosa untuk bertukar posisi. Yosa sendiri adalah salah satu sahabat dekat di Dimas Diajeng selama proses karantina, yang dititahkan dalam sebuah file excel berisi susunan acara dan pembagian posisi panitia untuk menjadi sang LO kampung wisata Warung Boto. Kebetulan dalam susunan rundown itu, Kampung Wisata Warung Boto kebagian hari kedua. Yess. Setelah kudiskusikan dengan Ibu Septi (Mba Septi, pegawai dinas yang mengatur rundown dan pembagian job desc panitia), dia mengizinkan. Keberuntungan masih berpihak, dua acara yang kuagendakan ini bisa kuikuti tanpa harus saling mengganggu.

"Akan kami usahakan.."
Setelah memastikan pertukaran kami berdua terkonfirmasi, aku dan Yosa bertukar nomor kontak perwakilan kampung wisata. Dan saat itulah saya pertama kali berinteraksi dengan Pak Pur. Dari pembawaannya melalui pesan singkat, Pak Purnomo adalah orang yang bertanggungjawab dan berdedikasi tinggi. Tercermin dari proses komunikasi yang bisa cepat tanggap direspon oleh beliau, termasuk dengan pergeseran panitia LO dari Yosa ke Aku yan bukan jadi sebuah persoalan bagi beliau. Semua persiapan selalu terkonfirmasi dan selalu dengan kata kunci "akan kami usahakan". Aku menangkap energi positif. Persiapan akhirnya kuanggap aman. Sampai tiba-tiba di pagi hari persiapan hari kedua festival kami panitia berkumpul. Dan kejutan dimulai. Ternyata ada perubahan waktu dalam susunan acara hari kedua. Semua rangkaian acara dimulai lebih awal sekitar 45 menit.

Segera langsung kudatangi tenda kampung wisata Warung Boto untuk menemui pak Purnomo. Pak Pur tidak bisa diminta tampil lebih awal pada jam setengah lima sore. Patokannya dengan anak-anak yang Ia bawa adalah waktu solat magrib. Mereka akan tampil setelah magrib. Ada sekitar 20 anak yang harus didandani dan tidak mungkin diminta lebih cepat 45 menit. Alasannya tidak bisa kubantahkan. "Tapi akan coba kami usahakan, jam 5 ada di lokasi." Sebuah pengharapan untuk membuatku tenang. Aku kembali ke tenda panitia membawa kabar dengan perasaan yang masih dengan keraguan.

Dimas Krisna (senior Dimas Diajeng 2011) yang bertugas sebagai menejer panggung lepas tangan, minta semuanya keep on schedule sesuai yang dia pegang. Asem. Mas Krisna ternyata serius juga ya kalau megang acara.

Dan membayangkan Pak Pur dengan 20 orang pasukan yang harus didandani, rasanya pengharapan untuk tiba di lokasi jam 5 terlalu dipaksakan.

 Satu-satunya jalan yang bisa kulakukan adalah menemui langsung Pak Wawan (yang lebih sering kami panggil Mas), Kasi Dinas Pariwisata sebagai komandan lapangan acara ini, meminta kebijaksanaan pergeseran waktu.
Pak Purnomo, Aktivis Kampung Wisata Warung Boto (Credit: Facebook Pak Pur )

Atraksi!

Jam dua siang, acara atraksi penampilan pasukan kampung atau "bregodo" akan menjadi pembuka acara hari kedua. Atraksi seni pasukan kampung pada hari kedua ini dimeriahkan oleh 10 kampung wisata yang tersisa, setelah sebelumnya di hari pertama telah tampil 6 kampung. Perlahan para peserta atraksi Bregodo meramaikan XT Square Jogja yang menjadi tempat perhelatan acara ini. Kami para LO pun menyebar menemui masing-masing kampung wisata yang akan kami dampingi.

Kostum Bregodo Kampung Wirobroto
Di belakang panggung kutemui remaja-remaja tanggung lengkap dengan kostum prajurit tradisional dan tombak. Mereka akan membawa nama kampung mereka, Warung Boto dalam atraksi Bregodo ini. Kulihat tidak ada ekspresi takut, malu, atau demam panggung di wajah mereka. Padahal mereka berada di tengah pasukan bregodo kampung-kampung lainnya yang justru kebanyakan orang dewasa dan bahkan sudah tua.

Tidak lama, kulihat Pak Pur mendatangi. Bajunya sudah berganti dengan kaos polo biru muda bertuliskan Warung Boto, mempertegas posisinya sebagai kru ofisial. Kusalami beliau dan mengajukan lembaran absensi untuk memastikan pasukannya sudah lengkap dan siap. Dengan sigap pak Pur mengomandoi sendiri anak-anak pasukannya. Sembari persiapan di jalur yang sudah ditentukan, anak-anak ini saling berdiskusi mandiri memastikan tidak ada koordinasi yang keliru di antara mereka. Dan Pak Pur membersamai, sesekali membetulkan sikap atau menunjukkan arahan gerak dan pola posisi yang pas. Meskipun sendirian, Pak Pur percaya diri dan fokus mempersiapkan penampilan anak-anak remaja yang dibawanya.

Pasukan Bregodo Wirotirtobroto, dengan Pak Pur di Kiri
Brogodo penampil kedua. Setelah pasukan pertama tampil dengan kostum serba ungu, saatnya aku dengan papan yang kupegang bertuliskan Warung Boto maju menunjukkan pasukan bregodo akan memasuki area atraksi. Laskar bregodo dari Warung Boto ini diberi nama "Wirotirtobroto". Dengan iringan gamelan dan suara khas tradisional jawa yang juga dimainkan langsung oleh mereka, perlahan mereka bergerak memasuki pelataran halaman utara XT Square tempat yang disiapkan untuk pasukan menunjukkan atraksi bregodonya.

Dengan semangat mereka menampilkan sebuah atraksi tarian dan pertunjukan adu senjata. sekitar 10 menit dan akhirnya penampilan mereka kemudian dilanjutkan dengan atraksi kampung wisata selanjutnya. Di belakang kutemui pak Pur lagi dan mencoba memastikan pentas seni yang akan ditampilkan agar bisa hadir di lokasi jam lima sore. Pak Pur meragu. Ternyata yang akan membawakan penampilan seni adalah mereka anak-anak yang sama ditugaskan untuk bregodo yang baru saja selesai tampil. Mereka baru mau kembali ke basecamp mereka untuk didandani.

Dua jam berselang sampai 9 pasukan bregodo akhirnya selesai menampilkan atraksinya yang sangat unik-unik dan bermacam-macam kreasi. Pesan masuk dari tim stage manager menanyakan kesiapan penampil dari Warung Boto. Dalam hati aku sudah pesimis, kusampaikan mereka berusaha datang jam 5 sesuai pengharapan Pak Pur.

Pertunjukan Seni: Abis Magrib 
jam menunjukkan pukul 16: 30 dan sepuluh pasukan bregodo dari kampung wisatanya masing-masing telah selesai tampil di hadapan pengunjung festival dan juri. Susunan acara yang dipandu Dimas Aga (Dimas 2011) dan Diajeng Thea (2019) berjalan sesuai rundown tepat waktu dan sekarang mulai bergeser ke atraksi pertunjukan seni. Kampung Wisata Tahunan yang bertugas sebagai penampil pertama sudah siap untuk tampil, sementara belum ada kabar lagi dari Pak Pur untuk Warung Boto yang akan tampil sesudahnya.

Setelah mengirimkan pesan wa beberapa kali ke Pak Pur, kudatangi tenda stand Warung Boto dan bertemu degan seorang ibu-ibu yang juga mengenakan baju yang sama dengan Pak Pur. Kusampaikan bahwa penampil selanjutnya adalah Warung Boto, dan meminta bantuan untuk mengontak adik-adik yang akan tampil. Kutelpon langsung nomor Pak Pur, tapi sepertinya Pak Pur di tengah-tengah persiapan anak-anaknya yang sedang dandan. Penampilan seni pertama berlangsung, dan kru stage manager bergantian menanyakan kabar Warung Boto. Ingin menjawab "Warung Boto baik-baik saja" tapi sepertinya bukan ini yang mereka mau :)

"Pak Pur, penampilan seni yang pertama sudah mulai pak. Ditunggu di barat panggung adek-adek reognya ya pak.."

Kru panggung akhirnya menanyakan kehadiran penampil seni dari kampung wisata lainnya, melihat apakah ada yang bisa dimajukan supaya waktu luang sebelum magrib masih bisa terisi dengan satu penampilan seni sebelum jeda. Perhitungan waktu akan molor sampai jam sebelas malam kalau atraksi seni lainnya yang tersisa dimulai setelah magrib jam 17:45.

Tapi akhirnya memang ternyata tidak ada yang bisa πŸ˜…πŸ˜…

Sepertinya tinggal mengandalkan Warung Boto. Aku jadi panik sendiri. Setelah penampilan seni pertama selesai, suasana festival menjadi kosong sekitar 45 menit dan yang dilakukan panitia-panitia adalah foto bersama. Di tengah hape lowbat 1% dan powerbank pinjaman dari Dimas Riyan (Dimas 2019), aku berpose bersama yang lain sambil hape yang gabisa lepas buat mengikuti perkembangan keberadaan adik-adik Warung Boto. Dan Pak Pur tentunya.

Pesan singkat dari pak Pur masuk.

"ttp habis maghrib. sesuai rundown yg sy trima dr awal" Sepertinya Pak Pur benar-benar hectic dan menyerah dengan kengototan panitia πŸ˜”

Akhirnya diputuskan pertunjukan seni dilanjutkan setelah magrib: jam 18:00.

Kukirimkan pesan singkat terakhir ke Pak Pur: "Update infoo pak Pur: Njeh, pentas seninya abis magrib njeh pak. Jam 18:00 langsung tampil."

Juaraa!!
Jam menunjukkan pukul 18:05, dan panitia kembali di posisi untuk persiapan untuk melanjutkan acara. Akhirnya adik-adik yang tadi bertugas sebagai bregodo sudah mulai berdatangan kembali dengan wajah masing-masing yang sudah dirias. Pengunjung semakin ramai berdatangan, dan akhirnya Dimas Aga muncul kembali ke panggung bersama Diajeng Mala (2019) yang menggantikan Thea. Menit-menit berikutnya panggung utama mulai kembali menarik perhatian pengunjung dan akhirnya penampilan pertama dari Warung Boto melanjutkan rangkaian pertunjukan seni.

Persiapan Penampilan Atraksi Seni Kampung Warung Boto 
penampilan mereka pun dimulai. Aku berdiri di sisi kiri panggung dan beberapa panitia panggung yang lewat menepuk pundakku. "akhirnyaaa.." 

Ya memang akhirnya lega, mereka tampil.

Penampilan tarian mereka akhirnya sukses berjalan lancar.

Setu persatu penampilan yang lain akhirnya mengikuti jalannya rangkaian acara sampai kesepuluhnya selesai menampilkan atraksi seninya masing-masing. Bermacam-macam atraksi seni ditampilkan, ada tari-tarian, pertunjukan drama oleh anak-anak kecil, nyanyi-nyanyian, sampai ada yang flashmob. Asik juga joged meluapkan energi haha.

Turut berbangga, kampung Wisata Warung Boto bisa berhasil meraih Juara 2 Lomba Stand Terbaik, dan Juara 2 Penampilan Atraksi Seni. Dua juara itu juga kemudian mengantarkan Warung Boto meraih gelar Kampung Wisata Terbaik II dalam gelaran Festival Kampung Wisata Kota Jogja 2019.

Suasana foto bersama Warung Boto di stand Festival Kampung Wisata Jogja 2019
Di balik prestasi Warung Boto, Mungkin tidak ada yang tahu ada cerita Pak Pur yang menjadi komandan tempur kampung membawa nama baik kampung dalam gelaran acara ini. Kegigihannya menggerakkan sumber daya yang ada di sekitarnya dan memperjuangkan nama baik kampung wisata Warung Boto cukup patut diacungi jempol.

Dengan senyum bahagia, Pak Pur naik ke panggung sebagai perwakilan menerima penghargaan Kampung Wisata Terbaik II Festival Kampung Wisata Jogja 2019.

Ketampanan pak Pur jadi dua kali lebih bersinar. Tapi mungkin tidak kalah dengan Dimas Krisna, sang stage manager yang sudah baik hati dari siang hari bikin grusak grusuk panik soal rundown, mengajarkan arti penting tanggungjawab dengan caranya sendiri πŸ‘€) (dalam hati: you know what I mean MASS!)

Dan aku ga punya dokumentasi fotonya karena di momen pengumuman dan penyerahan hadiah, hapeku akhirnya mati total setelah berwira-wiri menghubungkan panitia dan mengontak Pak Pur dengan kondisi hape dan power bank baterai low seadanya😀😀😀.

Sekali lagi, Selamat Pak Pur!

Buat teman-teman yuk ketemu langsung dengan Pak Pur dan nikmati wisata budaya dengan mengunjungi cagar budaya Warung Boto yang bagus ini 😊

Credit: panduanwisata.id

0 comments:

Post a Comment