September 06, 2019

"The Only You"




Kacau!
Hari ini teman lama ngajak ketemu. Ga ada yang aneh, sebuah ajakan ketemuan di sore hari setelah kesibukan kupikir kenapa tidak. Tidak cantik memang, tapi dia adalah teman lama yang benar-benar baik. Bahkan aku akui pernah sebegitu dekat dan percayanya sama dia. Dan mungkin itu sebuah kebablasan juga, karena ternyata mengirimkan sinyal yang salah tentang hubungan kami berdua. Di akhir makan malam bareng yang berlanjut ngopi santai di angkringan pinggir jalan, dia meracau.

Dia merasa dari kebersamaan yang sudah berlalu hampir setahun yang lalu, tidak ada hubungan kedekatan lagi yang jauh lebih istimewa daripada kami.  Merasa seperti dikutuk, semua hubungan yang coba dibangun olehnya dengan orang-orang baru tidak ada yang bisa berjalan dengan baik. Dan katanya lagi, aku harusnya sadar, satu-satunya orang yang sudah benar-benar memberikan bekas istimewa dalam hati dan pikirannya itu aku, seberapa besarpun aku pernah menyakiti dan merusak hidupnya di masa lalu. Aku adalah satu di antara teman-teman dekatnya yang mungkin spesial, menempati posisi teratas di hati dia. Di atas daripada yang lainnya.


"What if then we make, I, and you, being us? I want you" 

Wow.

Sayangnya aku berada pada pusara yang berbeda. Aku sebatas menganggap semua di antara kami berdua adalah persahabatan, pertemanan yang istimewa. Bukan dalam konteks lain. Dan setelah itu, kini cuman ada dua pilihan, menjadi lebih seperti yang dia tawarkan, atau pergi dan menjadi bukan siapa-siapa. Pertemuan ini jadi tidak seasik di awal perjumpaan. Diakhiri dengan pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar. Orang yang belajar diplomasi di kelas tidak bisa melunakkan untuk tawaran pilihan ketiga: menjadi biasa.

Setelah itu kita sepakat untuk berpulang. Dan keputusanku untuk menolak tawaran bersama membawa konsekuensi serius di pandangannya. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi, dan aku pulang sendiri. Juga mungkin artinya kita tidak usah berteman lagi.



Aku paham betul, situasi seperti ini memang sulit. Ada luka yang akhirnya tergores, ada rasa sakit yang membekas. Dan kalau bukan kembali pada memuliakan diri sendiri, selamanya kita akan berlarut-larut pada kesedihan yang mungkin tidak perlu. Dan karena ini banyak orang menjadi tidak produktif berhari-hari, hilang akan jati dirinya dan bahkan lupa akan mimpi-mimpi yang pernah dibangunnya untuk masa depan. Dan itu bukan hanya pada teman yang baru saja kutemui ini, tapi termasuk juga yang mungkin kemarin baru saja aku lalui. 

Melihat orang lain datang, dan berada di posisi yang dulu sama di mana aku mengejar-ngejar perhatian orang lain adalah hal yang memilukan, terlebih karena ini adalah teman lamaku. Tidak ada maksud untuk menyakiti, aku paham betapa luka seperti itu pasti sakitnya bukan main, tapi sekali lagi aku rasa ada salah pengertian di antara kami

What I want to talk: 

What  if what all you need is only you. better version of you. Thats all. Happiness is not about another human is sitting in front of you, staring at you, in the middle of a romantic dinner without thinking about you. To be happy, It is all about you either you are with or without a man with you. 

Buat kamu yang merasa kacau karena stress, kecewa, patah hati terhadap orang lain. Yakinkan diri bahwa apa yang sedang kamu hadapi adalah bagian dari perjalanan hidup yang mengesankan. Hari baik akan tiba, dan setiap hal bahkan sekecil apapun yang kita lalui adalah bagian dari rencana besar yang sudah disiapkan oleh semesta, Yang Maha Kuasa. 


So, Focus on you. 

Keep going, keep growing.

See you on better version of you. 

- A self reminder from me. 
For me and hopefully for everyone of you out there.


Ada alasan kenapa aku rasa kita sama-sama penting buat sadar betapa pentingnya menyadari diri sendiri, dan mencintai diri sendiri. Bukan egois, hanya sedikit self love agar kita tetap mampu bertahan dalam banyak dinamika hidup dan mungkin satu dua lompatan tegangan di dalam gelombang energi kehidupan yang kita jalani.

Kejadian yang baru saja aku alami ini seolah menampar pikiran-pikiran beracunku berminggu-minggu soal kesenangan dan kebahagiaan yang hilang. Yang didapatkan dari sahabat, teman atau bahkan pasangan.

Satu hal yang mungkin luput kita sadari adalah terkadang kita menjadi berlarut-larut ketika ditinggalkan, atau lebih buruknya menghadapi kematian orang dekat di sekitar kita. Yang terjadi sebenarnya adalah kesedihan yang timbul karena kita terjebak dalam memaknai kebahagiaan. Kebersamaan dengan individu lain sebagai sumber kebahagiaan tunggal. Dan mutlak. 

Pikiran semacam itu bahaya untuk ketenangan jiwa kita sendiri. Alih-alih menaruh harap kebahagiaan pada orang lain, seharusnya kita bisa melepaskan. Dan kembali mencintai diri sendiri, sebagai satu-satunya yang bertanggungjawab dalam mengolah rasa apapun dari momentum yang terjadi di dalam perjalanan hidup.  

Kadang yang kita butuhkan adalah menarik nafas sejenak lebih panjang. Dan menyadari, setiap kita berharga. "Dengan" ataupun "tanpa" kehadiran orang lain.




0 comments:

Post a Comment